Friday, September 18, 2015

Tragedi Pulau Buru



Kabupaten Buru, Maluku merupakan daerah yang terkenal sebagai penghasil minyak kayu putih (Cajuput Oil) terbaik se Indonesia.  Masyarakat pulau buru dengan mudahnya mendapatkan bahan baku pembuat minyak kayu putih karena pohon kayu putih  (M. leucadendra) tumbuh liar di pulau tersebut tanpa pembudidayaan dari masyaraktnya.

Hutan Pohon Kayu Putih, Buru
Hasil gambar untuk pulau buru namlea
Pantai Jikumerasa, Namlea, Buru
Berdasarkan penelitian Balai Riset dan Standardisasi Industri di Ambon, minyak kayu putih Buru memiliki standar mutu utama karena kadar cineol-nya bisa mencapai 76 persen atau jauh lebih besar dari standar minimal mutu utama yang hanya 55 persen. Karena kualitas terbaiknya, minyak kayu putih asli pulau buru sudah sangat terkenal, bahkan di Belanda.
Namun ada satu fakta yang mencengangkan. Beberapa waktu lalu, ditemukan tambang emas di gunung Gotak, Namlea, Pulau Buru. Sebenarnya di gunung Botak terdapat banyak pohon kayu putih yang jika diolah dengan baik maka akan mendapatkan keuntungan besar yang terus berlanjut serta melestarikan minyak kayu putih asli nam berkualitas itu. Namun apa daya, gunung yang sebenarnya adalah tanah keramat menurut warga setempat ini mulai dijamah dan dipergunakan dengan tidak semestinya. Banyak masyarakat mulai berdatangan dan mulai menguji nasib di gunung Botak dengan menambang emas. Bukan hanya masyarakat dari Buru, tapi juga dari luar Buru. Hal ini membawa dampak yang baik untuk para penambang yang sukses karena mendapat penghasilan yang jauh lebih besar dari biasanya. Namun di luar kesuksesan para penambang emas, ada dampak yang sangat berbahaya dari kegiatan penambangan emas tersebut yaitu dampak lingkungan.

Aktivitas tambang di Gunung Botak
Gunung Botak yang awalnya dipenuhi pohon kayu putih mulai dipenuhi dengan tenda-tenda penambang. Gunung tersebut digali berulang kali hingga kedalamn 25-30 m dan dibiarkan terbuka menjadikan gunung tampak tandus dan dipenuhi lubang. Selin itu, untuk mencuci emas hasil tambang, para penambang menggunakan air raksa yang kemudian mengalir sepanjang sungai hingga ke pantai. Hal ini tentu mengganggu ekosistem di sungai dan laut. Banyak ikan tercemari bahan-bahan berbahaya akibat aktivitas penambangan sehingga tidak aman dimakan
Selain lingkungan, aktivitas di gunung botak juga membawa dampak buruk dalam bidang ekonomi. Saat itu terjadi inflasi besar-besaran. Para penjual menaikkan harga berkali lipat karena menganggap masyarakat yang banyak beralih profesi menjadi penambang itu mempuyai banyak uang hasil penjualan emas sehingga tidak masalah kalau harga barang menjadi naik.

Dampak buruk dalam bidang pendidikan adalah para guru banyak yang lebih memilih menambang emas daripada mengajar muridnya. Hal ini berpengaruh pada perkembangan pendidikan di kabupaten tersebut.

Hasil gambar untuk gunung botak namlea pulau buru
Kemudian ada juga dampak buruk bagi para penambang. Gunung botak sebenarnya merupakan tanah keramat yang dihuni masyarakat yang masih primitive. Mereka tidak menggunakan bahasa Indonesia namun sering berjalan dengan tombak sehingga jika terjadi pelanggaran adat yang sebenarnya belum tentu disadari penambang, atau jika mereka merasa terusik oleh penambang, maka mereka akan langsung menyerang. Ini sangat membahayakan nyawa penambang. selain itu, tanah yang digali hingga menyisakan lubang terbuka tentu akan membahayakan orang disekitarnya. tanah bisa jadi gampang hancur sehingga sering terjadi kecelakaan kerja saat menambang emas di Gunung Botak.

Akhirnya pemeritah mulai membuat peraturan yang melarang masyarakat untuk menambang di gunung botak. Hal ini diharapkan menjadi langkah awal dalam pemulihan gunung Botak

Sumber : https://www.google.co.id/search?q=gunung+botak+namlea+pulau+buru&espv=2&biw=1366&bih=667&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0CAYQ_AUoAWoVChMI3ou64_aAyAIVwrqOCh24xge3
https://kitabisa.com/135/Minyak-kayu-putih-spesial-pulau-buru

Nurdianasari Latuconsina _ 1506738643 _ Geofisika

.

No comments:

Post a Comment