Tak
ada perubahan di dunia ini yang tak melibatkan pemuda. Dalam sejarah
bangsa-bangsa besar mana pun, peran pemuda bersifat niscaya. Demikian pula
dalam riwayat negeri kita. Salah satu tonggak terpenting bagi Indonesia adalah
Kongres yang melahirkan Sumpah Pemuda.
Setelah
85 tahun, tantangan akan kesatuan tanah air dan bangsa tetap ada. Juga
tantangan bahasa persatuan selalu muncul dalam bentuk yang tentu berbeda dengan
era 1928. Hal yang tak pernah berubah adalah peran para pemuda dalam mengatasi
tantangan itu. Pemuda tetaplah penentu
sejarah dan pelopor perubahan, sebagaimana para pendiri bangsa
melakukannya pada masa-masa awal republik kita. Kekuatan pemuda tergambar jelas
dalam kata-kata Bung Karno, “Beri aku 10 pemuda, maka akan aku goncangkan dunia.”
Guncangan macam apa yang bisa lahir dalam 70 jutaan pemuda Indonesia saat ini?
Bisakah mereka memberi warna terhadap perjalanan bangsanya atau bahkan
menentukan arah dunia?
Tantangan
bias jadi tidak sehitam-putih dulu, bukan lagi sekadar satu Negara kolonialis.
Pemuda-pemuda kini harus berhadapan dengan situasi baru, seperti globalisasi,
dunia yang mengerut, pergaulan antarbangsa, perdagangan bebas, lalulintas
antarnegara, internet, isu lingkungan, hingga terorisme. Apa yang pemuda kita
bisa perbuat dalam situasi tersebut? Ikatan nusa, bangsa, dan bahasa adalah
modal awal kita yang luar biasa. Tantangan
berikutnya adalah bagaimana kita menghadapi derasnya aru impor.
Bagaimana kita meningkatkan kualitas ekspor. Bagaimana kita bertahan dalam
bursa tenaga kerja yang kian melebur satu.
Para
pemuda yang jumlahnya mencapai sepertiga penduduk negeri seharusnya menjadi
bonus pembangunan. Mereka berada dalam usia paling produktif, penuh ide, kaya
akan kreativitas. Dengan populasi yang mencapai tiga kali lipat warga Malaysia
atau 17 kali penduduk Singapura, semestinya pemuda-pemuda kita yang mengambil
peran besar saat Masyarakat ASEAN terwujud pada 2015 mendatang.
Tentu ini bukan sekedar isu
ekonomi. Kita tidak bisa lagi menjadi buih di lautan. Banyak tenaga tapi miskin
peran. Kekuatan terbesar kita haruslah pada manusianya. Bukan waktunya lagi
berbangga dengan pengekspor barang-barang alam yang miskin sentuhan. Sudah
saatnya kita memasuki baru lapangan kerja baru dunia yang mendidik. Tantangan
baru membutuhkan pemahaman terbaik kita pada dunia maju dan modern. Ini bukan
soal gaya hidup kosmetik atau kemasan, tapi nilai-nilai produktif dibaliknya.
Modernitas sesungguhnya tercermin pada kultur kerja keras, bersih, disiplin,
terbuka, tepat waktu, dan sikap saling menghormati satu sama lain.
Faris Maulana Y
1506733964
Geofisika UI 2015
No comments:
Post a Comment