Wednesday, September 30, 2015

Kritik : Beragumen Cerdas

"Just how charitable are you supposed to be when criticizing views of an opponent?"


Diatas medan perang dunia maya hingga social media, tidaklah mengenal siapa raja siapa yang hanya seorang bawahan biasa. Laksana hutan rimba, setiap orang dipersentajai oleh pedang kata yang bahkan jauh lebih tajam daripada pedang napoleon di tangan kanan. Di tangan kiri, setiap orang bisa berlindung dibalik nyamannya perisai keyboard.

Itulah analogi yang sepertinya sangat tepat untuk menggambarkan diorama kehidupan sehari hari. Dimulai dari yang namanya debat forum, hingga sebuah fenomena yang terjadi ketika anda kalah argumen yang biasa sekarang disebut dengan Baper 


"Baper jir, OMG... Nih orang baperan bgt sih, sue lah ngomong sm dia..."
 - ##### , mahasiswa

Kurang lebih begitulah yang diutarakan ketika seorang yang tidak dapat memberikan kritikan yang bersifat persuasif. Namun jika kita lihat dari sisi yang lain,

''Heh lo $%^*!@#$% ya! Dasar *inserttamansafariwordshere* !"
- ##### , mahasiswa 

Begitu juga yang diutarakan seseorang ketika ia tidak mampu menerima sebuah kritikan yang sebenarnya sangat bermanfaat dan mampu menjadi wadah untuk mengoreksi diri sendiri.
Dalam ajang debat contohnya, kritikan seharusnya ditujukan kepada lawan untuk mengarahkan persepsi lawan kepada suatu hal yang memang benar, terbukti benar berdasarkan fakta/informasi, dan absolut benar. Sayangnya, karena negara ini sangat kompetitif, dalam kompetisi debat tersebut, kritikan dijadikan alat untuk menjajah persepsi lawan dan menjatuhkannya serendah mungkin.
Hal ini lebih tepat disebut sebagai "reaksi" ketimbang "responsi" 

Mark Twain pernah memberikan sebuah catatan penting terkait kritik yaitu, "there are ways to be critical while remaining charitable, of aiming not to “conquer” but to “come at truth,” not to be right at all costs but to understand and advance the collective understanding."
Ya, kritikan seharusnya ditujukan sebagai pembuka menuju hal yang benar, bukan untuk menjatuhkan.

Membuat kritikan adalah hal mudah, mahasiswa biasa disuapi oleh dogma dogma "kamu harus kritis dek" , "sudah mahasiswa, bukan masih siswa" , "kritis dek, bicara, jangan cari aman dek" , dan lain.
Tapi, tidak semua orang bisa membuat kritikan yang  sangat kritis, logis, jelas, dan tetap dalam atmosfir menghargai lawan bicaranya secara instan.

Dari hal yang sangat simple, menghargai lawan bicara juga dapat disebut dengan kritikan. "Terima kasih, saya akan coba berfikir seperti apa yang anda pikirkan" , "Tolong anda berasumsi jika anda berada pada posisi orang tersebut" , "Maaf, pendapat anda kurang tepat. Menurut saya.../ Berdasarkan fakta..." . Gunakanlah kata kata ajaib karena kata kata tersebut sudah menunjukkan bahwa anda adalah pembicara yang baik.

Perbedaan pendapat juga terkadang terasa menghambat dan pada akhirnya terjadilah adu kritik yang bertubi tubi. Sebenarnya cukup anda catat atau ingat mana hal hal yang anda setuju dari lawan argumen anda, sehingga anda dapat membangun kritik yang baik untuk lawan anda. Tidak lupa, ulang kembali kata kata atau kalimat kunci yang diutarakan oleh lawan argumen anda untuk dijadikan central point pada kritikan anda. Karena dengan mengulang kembali kata atau kalimat lawan anda, anda telah menunjukkan rasa menghargai karena telah mendengar argumentasi dari lawan anda.

Hanya gunakan kata kata yang bersifat menghilangkan argumentasi lawan (Rebuttal) ketika situasi dan lawan bicara anda mengkondisikan anda untuk mengeluarkan kritik seperti tersebut.

Kritikan juga harus didasari oleh hal yang baik dan dengan niat untuk membenarkan yang salah, bukan sekedar lempar kritik beradu amunisi kata kata dan emosi yang dapat berujung dengan fenomena baper. Kritik lah sesuai dengan pengetahuan anda, tunjukkan bahwa statement anda telah terbukti benar. Jangan mengkritik tentang hal yang anda tidak tahu. Pahami mengapa anda memberikan sebuah kritikan dan pahami kapan anda harus mengakhirinya.

- Adlirrahman Aufar 
Geologi 2015 



No comments:

Post a Comment