Sungai Aia Janiah
Sesuai dengan
namanya yang menggunakan Bahasa Minangkabau, sungai ini merupakan salah satu
daerah wisata alam sekaligus wisata budaya yang ada di Ranah Minang, Sumatera
Barat. Sebagai seorang gadis Minangkabau saya akan mengisahkan sedikit tentang
Sungai Aia Janiah.
Berlokasi di Kecamatan
Baso, Kabupaten Agam, sungai ini mengandung banyak legenda rakyat yang dapat
menarik para wisatawan untuk berkunjung ke sana. Selain lokasinya yang sejuk
dan sarat akan suasana perkampungan Ranah Minang, kita juga tidak perlu
mengeluarkan budget yang besar. Hanya dengan Rp 5.000,00 kita sudah bisa
menikmati suguhan pemandangan sungai yang dipenuhi dengan ikan-ikan besar.
Mengapa
dianggap sebagai lokasi wisata budaya? Konon ikan-ikan besar yang ada di sungai
ini merupakan anak cucu dari penjelmaan sepasang anak manusia yang dikutuk
menjadi ikan karena tiak mendengarkan perintah kedua orangtua mereka. Mereka dikenal
sebagai Buyuang dan Upiak.
Saya akan
sedikit mengrek cerita rakyat yang sudah lama tidak didengar di khalayak umum
ini. Terakhir kali saya mendengar cerita ini dari seorang guru sekolah dasar
saya. Beliau menceritakan hal ini saat kami para siswa mulai tidak patuh saat
beliau menerangkan.
Pada suatu
senja, Buyuang dan Upiak pergi bersama mandehnya (dalam Bahasa Indonesia mandeh
artinya ibu) untuk berkunjung ke rumah tetangga mereka. Kebetulan rumah
tersebut berada di pinggiran sungai. Merasa tertarik, Buyuang dan Upiak pun
meminta izin kepada mandehnya untuk sekedar melihat-lihat ke sungai tersebut.
Sebelum memberikan
izin, mandehnya berpesan agar mereka berdua tidak bermain air apalagi
berpikiran untuk berenang di sungai tersebut.jika sampai mereka melakukannya,
maka mereka akan menjadi ikan dan menghuni sungai tersebut selamanya, seru sang
mandeh. Tentu saja mereka berdua mendengar kata mandehnya dan mengiyakan dengan
segera.
Sesampainya mereka
di sungai, mereka takjub akan jernihnya air di sungai tersebut. Bahkan karena
kejernihannya, dasarya pun dapat terlihat dari permukaan. Buyuang seorang bocah
laki-laki, yang tadinya patuh pada mendehnya tergiur untuk sekedar bermain
dengan gemercik air yang ada di sungai tersebut.
Upiak saudara
perempuannya mencoba melarang. Namun hasrat Buyuang lebih besar dibandingkan
rasa takutnya pada mandeh. Dia tidak takut akan ancaman mandehnya tentang
menjadi ikan selamanya. Menurutnya itu hanyalah gurauan mandeh supaya mereka
berdua tidak bermain di sungai tersebut dan tidak berarti apa-apa. Melihat saudara
laki-lakinya yang amat senang bermain air di sungai yang amat jernih itu, Upiak
mulai merasa tertarik dan ikut serta brsama saudara bermain air di pinggiran
sungai tersebut.
Keasikan bermain
air di sungai tidak tersa mereka berdua secara tidak langsung sudah berenang
menyusuri sungai tersebut, nukan sekedar berkecimpung di bantaran sungai. Beberapa
saat mereka berenang di sungai itu, terdengar suara gemuruh di langit. Sontak mereka
berdua terkejut. Sang mandeh yang tengah berbincang dengan tetangga mereka pun
juga terkejut mendengar suara gemuruh yang begitu cetarnya.
Segera kedua
bersaudara menuju pinggiran sungai untuk berhenti berenang dan kembali kepada
mandeh mereka. Namun, keanehan terjadi. Air sungai yang awalnya tidak terlalu
dalam mulai naik dengan amat cepat, Buyuang dan Upiak terus berupaya mencapai
tepi sungai yag semakin lama tersa semakin jauh.
Tidak hanya
itu keanehan yang merka dapati, seketika kaki mereka berubah menjadi ekor ikan,
tubuh mereka pun dipenuhi sisik-sisik ikan. Upiak mulai menangis. Ia mendapati
bahwa titah mandehnya tadi bukanlah guauan smata melainkan sebuah magis yang
nyata. Mereka brdua meratapi dirinya yang tidak lagi berwujud manusia melainkan
dua ekor ikan.
Sang mandeh
panik mencari kedua putra putrinya. Beliau menyusuri sungai berharap akan egera
bersua dengan kedua bocah malang tersebut. Air mata mulai membasahi pipi
keriputnya yang menua karena tak kunjung menemukan buah hatinya. Samar-samar
terdengar suara dai dalam sungai yang memanggil-manggil mandeh.
Diliiknya sungai
tersebut secara perlahan seakan tak percaya ada suara yang memanggilnya dari
sana. Dilihatnya dua ekor ikan berwujud aneh muncul ke permukaan sambil
memanggil namanya. Keduanya menangis meminta ampun pada sang mandeh. Sang mandeh
sadar bahwa kedua ekor ikan tersebut adalah anak-anaknya tercinta.
Sang mandeh
menangis pilu dan menggigit bibirnya karena tak tahan menahan perih di dadanya
menyaksikan putra putrinya menjadi ikan. Sag mandeh menyesal karena telah
mangatakan sesuatu yang buruk yang menjadi kenyataan pada anak-anaknya. Begitu juga
sang anak juga menyesal karena tidak mendengarkan perkataan mandehnya.
Setelah kejadian
tersbut, setiap hari sang mandeh berkunjung ke sungai untuk melihat kondisi
Buyuang dan Upiak serta menaburkan makanan untuk keduanya. Begirulah hidup
mereka berjalan selamanya.
Demikian cerita
yang elegenda di mulut rakyat mengenai asal usul Sungai Aia Jania. Menrurut kepercayaan
masyarakat sekitar, para pengunjung maupun warga tidak boleh menangkap ikan
terseunt apalagi mengonsumsinya karena ikan tersebut merupakan manusia
dahulunya. Jika mereka memakannya, sama halnya dengan memakan bangkai manusia.
Selain itu,
jika para wisatawan ingin membuktikan sedikit mengenai kemanusiaan ikan-ikan
ini, cukup dengan melemparkan makanan kecil ke dalam sungai ini, maka ikan akan
muncul ke permukaan dengan menampakkan giginya yang atanya mirip dengan gigi
manusia.
Masyarakat sekitar
juga mengatakan bahwa nenek moyang ikan-ikan ini kerap berkunjung sekali dalam
setahun ke Sungai Aia Janiah akan tetapi tidak diketahui periode pastinya. Sekian
cerita saya tentan Sungai Aia Janiah yang ada di kampung halaman saya Sumatera
Barat. Silahkan berkunjung untuk membuktikan kebenaran legenda ini atau sekedar
meninjau ulang kepada masyarakat pribumi.
Aulya Ulfah
Rahmadhani
Geologi 2015
No comments:
Post a Comment