Saturday, October 3, 2015

Sungai Aia Janiah



Sungai Aia Janiah
Sesuai dengan namanya yang menggunakan Bahasa Minangkabau, sungai ini merupakan salah satu daerah wisata alam sekaligus wisata budaya yang ada di Ranah Minang, Sumatera Barat. Sebagai seorang gadis Minangkabau saya akan mengisahkan sedikit tentang Sungai Aia Janiah.
Berlokasi di Kecamatan Baso, Kabupaten Agam, sungai ini mengandung banyak legenda rakyat yang dapat menarik para wisatawan untuk berkunjung ke sana. Selain lokasinya yang sejuk dan sarat akan suasana perkampungan Ranah Minang, kita juga tidak perlu mengeluarkan budget yang besar. Hanya dengan Rp 5.000,00 kita sudah bisa menikmati suguhan pemandangan sungai yang dipenuhi dengan ikan-ikan besar.
Mengapa dianggap sebagai lokasi wisata budaya? Konon ikan-ikan besar yang ada di sungai ini merupakan anak cucu dari penjelmaan sepasang anak manusia yang dikutuk menjadi ikan karena tiak mendengarkan perintah kedua orangtua mereka. Mereka dikenal sebagai Buyuang dan Upiak.
Saya akan sedikit mengrek cerita rakyat yang sudah lama tidak didengar di khalayak umum ini. Terakhir kali saya mendengar cerita ini dari seorang guru sekolah dasar saya. Beliau menceritakan hal ini saat kami para siswa mulai tidak patuh saat beliau menerangkan.
Pada suatu senja, Buyuang dan Upiak pergi bersama mandehnya (dalam Bahasa Indonesia mandeh artinya ibu) untuk berkunjung ke rumah tetangga mereka. Kebetulan rumah tersebut berada di pinggiran sungai. Merasa tertarik, Buyuang dan Upiak pun meminta izin kepada mandehnya untuk sekedar melihat-lihat ke sungai tersebut.
Sebelum memberikan izin, mandehnya berpesan agar mereka berdua tidak bermain air apalagi berpikiran untuk berenang di sungai tersebut.jika sampai mereka melakukannya, maka mereka akan menjadi ikan dan menghuni sungai tersebut selamanya, seru sang mandeh. Tentu saja mereka berdua mendengar kata mandehnya dan mengiyakan dengan segera.
Sesampainya mereka di sungai, mereka takjub akan jernihnya air di sungai tersebut. Bahkan karena kejernihannya, dasarya pun dapat terlihat dari permukaan. Buyuang seorang bocah laki-laki, yang tadinya patuh pada mendehnya tergiur untuk sekedar bermain dengan gemercik air yang ada di sungai tersebut.
Upiak saudara perempuannya mencoba melarang. Namun hasrat Buyuang lebih besar dibandingkan rasa takutnya pada mandeh. Dia tidak takut akan ancaman mandehnya tentang menjadi ikan selamanya. Menurutnya itu hanyalah gurauan mandeh supaya mereka berdua tidak bermain di sungai tersebut dan tidak berarti apa-apa. Melihat saudara laki-lakinya yang amat senang bermain air di sungai yang amat jernih itu, Upiak mulai merasa tertarik dan ikut serta brsama saudara bermain air di pinggiran sungai tersebut.
Keasikan bermain air di sungai tidak tersa mereka berdua secara tidak langsung sudah berenang menyusuri sungai tersebut, nukan sekedar berkecimpung di bantaran sungai. Beberapa saat mereka berenang di sungai itu, terdengar suara gemuruh di langit. Sontak mereka berdua terkejut. Sang mandeh yang tengah berbincang dengan tetangga mereka pun juga terkejut mendengar suara gemuruh yang begitu cetarnya.
Segera kedua bersaudara menuju pinggiran sungai untuk berhenti berenang dan kembali kepada mandeh mereka. Namun, keanehan terjadi. Air sungai yang awalnya tidak terlalu dalam mulai naik dengan amat cepat, Buyuang dan Upiak terus berupaya mencapai tepi sungai yag semakin lama tersa semakin jauh.
Tidak hanya itu keanehan yang merka dapati, seketika kaki mereka berubah menjadi ekor ikan, tubuh mereka pun dipenuhi sisik-sisik ikan. Upiak mulai menangis. Ia mendapati bahwa titah mandehnya tadi bukanlah guauan smata melainkan sebuah magis yang nyata. Mereka brdua meratapi dirinya yang tidak lagi berwujud manusia melainkan dua ekor ikan.
Sang mandeh panik mencari kedua putra putrinya. Beliau menyusuri sungai berharap akan egera bersua dengan kedua bocah malang tersebut. Air mata mulai membasahi pipi keriputnya yang menua karena tak kunjung menemukan buah hatinya. Samar-samar terdengar suara dai dalam sungai yang memanggil-manggil mandeh.
Diliiknya sungai tersebut secara perlahan seakan tak percaya ada suara yang memanggilnya dari sana. Dilihatnya dua ekor ikan berwujud aneh muncul ke permukaan sambil memanggil namanya. Keduanya menangis meminta ampun pada sang mandeh. Sang mandeh sadar bahwa kedua ekor ikan tersebut adalah anak-anaknya tercinta.
Sang mandeh menangis pilu dan menggigit bibirnya karena tak tahan menahan perih di dadanya menyaksikan putra putrinya menjadi ikan. Sag mandeh menyesal karena telah mangatakan sesuatu yang buruk yang menjadi kenyataan pada anak-anaknya. Begitu juga sang anak juga menyesal karena tidak mendengarkan perkataan mandehnya.
Setelah kejadian tersbut, setiap hari sang mandeh berkunjung ke sungai untuk melihat kondisi Buyuang dan Upiak serta menaburkan makanan untuk keduanya. Begirulah hidup mereka berjalan selamanya.
Demikian cerita yang elegenda di mulut rakyat mengenai asal usul Sungai Aia Jania. Menrurut kepercayaan masyarakat sekitar, para pengunjung maupun warga tidak boleh menangkap ikan terseunt apalagi mengonsumsinya karena ikan tersebut merupakan manusia dahulunya. Jika mereka memakannya, sama halnya dengan memakan bangkai manusia.
Selain itu, jika para wisatawan ingin membuktikan sedikit mengenai kemanusiaan ikan-ikan ini, cukup dengan melemparkan makanan kecil ke dalam sungai ini, maka ikan akan muncul ke permukaan dengan menampakkan giginya yang atanya mirip dengan gigi manusia.
Masyarakat sekitar juga mengatakan bahwa nenek moyang ikan-ikan ini kerap berkunjung sekali dalam setahun ke Sungai Aia Janiah akan tetapi tidak diketahui periode pastinya. Sekian cerita saya tentan Sungai Aia Janiah yang ada di kampung halaman saya Sumatera Barat. Silahkan berkunjung untuk membuktikan kebenaran legenda ini atau sekedar meninjau ulang kepada masyarakat pribumi.
Aulya Ulfah Rahmadhani
Geologi 2015


No comments:

Post a Comment