Saturday, September 12, 2015

Aku Pemimpinku



Aku Pemimpinku
Saat kita melihat barisan semut yang segaris mengikuti alur perjalanan tiap-tiap anggotanya, kita menyadari betapa luar biasanya ciptaan tuhan yang bukan manusia mampu melakukan keajaiban seperti itu. Bagitu juga saat manggambarkan susunan planet-planet dalam tata surya kita, bahkan benda-benda mati tersebut tidak saling berebut posisi untuk mendekati atau menjauhi matahari, mereka tetap berada pada lintasan masing-masing tanpa saling bertubrukan.
Lalu siapakah yang berperan dibalik semua itu? Apakah semut-semut hanya berjalan tanpa arah dan tujuan? Atau planet-planet secara tidak sengaja bergerak demikian? Tentu saja tidak. Semua hal yang terjadi di alam semesta ini bukanlah suatu kesengajaan yang terjadi begitu saja tanpa ada yang mengaturnya.
Jika kita telaah lebih teliti lagi, dapat kita saksikan bahwasannya semut memiliki seekor ratu yang mereka semua patuh kepadanya. Begitu juga planet yang memiliki pencipta yang mengatur keadaan mereka sedemikian rupa agar berjalan sebagaimana mestinya.
Pemimpin, itulah satu kata yang mewakili peran penting dari suatu subjek yang  mengatur hal-hal tersebut agar berjalan lancar dan teratur. Kata pemimpin kerap disandarkan dengan orang yang memiliki kekuasaan atas suatu kaum. Namun apakah definisi pemimpin hanya sedangkal itu? Kalau memang begitu maka tidak semua orang atau benda apapun dapat menjadi pemimpin. Hanya segelintir pihak yang beruntung mempunyai kekuasaan sehingga mampu disebut sebagai pemimpin.
Itulah pemahaman yang selama ini keliru. Pemahaman bahwa hanya beberapa orang sajalah yang mampu menjadi pemimpin. Pada kenyataannya, semua yang ada di alam semesta ini adalah pemimpin. Kita, tiap-tiap manusia, merupakan seorang pemmimpin. Tentu saja, begitu banyak hal yang dilakukan sistem dalam tubuh kita, begitu pula dengan aktivitas harian kita yang terbagi dalam waktu dan tempat yang beraneka ragam, juga hubungan kita dengan bukan satu orang saja.
Sebagaimana kita ketahui, pemimpin selain memiliki yang namanya kekuasaan, juga mengatur sistem, aktivitas serta hubungan dan sosialisasi atas apa yang dipimpinnya. Maka dari itu sudah sepatutnyalah setiap manusia merupakan pemimpin dengan kekuasaan penuh atas dirinya sendiri.
Maka, jika setiap manusia adalah pemimpin, tentu saja memiliki tanggung jawab yang harus dipikul atas kekuasaannya. Tanggung jawab manusia sebagai pemimpin dirinya sendiri bukanlah suatu hal yang sulit untuk dipahami. Kita sebagai manusia hanya perlu memberikan yag terbaik atas diri kita, manjaga diri kita dan memberikan perubahan ke arah yang lebih baik pada diri kita, dengan begitu kita dapat disebut sebagai pemimpin yang berhasil minimal atas memimpin dirinya sendiri.
Namun kebanyakan manusia tidak mampu melkukan hal tersebut. Banyak yang menelantarkan dirinya, banyak yang menjerumuskan dirinya, dan banyak yang tidak bertanggung jawab atas dirinya. Jika kita ingin memimpin dalam jangkauan yang lebih besar, tentu saja kita harus mengatur sebaik mungkin segala yang ada dalam diri kita, barulah kita mulai mencari dan memperluas daerah kekuasaan dengan tanggung jawab atas diri orang lain.
Sekarang ini banyak kita lihat berbagai kasus memprihatinkan yang melanda peradaban umat manusia, kasus KDRT, kasus korupsi, bahkan nilai mata uang pun saat ini turun. Itulah akibat jika para oknum yang belum siap menangani daerah kekuasaan yang lebih besar memaksakan diri mereka, akibatnya, apa yang mereka atur tanpa keahlian yang cukup itu menjadi menderita dan sengsara.
Saat seorang suami yang belum mampu menjadi pemipin bagi istrinya memaksakan diri, maka istrinyalah yang akan hidup sengsara, saat seorang pejabat mamaksakan diri mengatur kekayaan negara sedang ia masih belum bisa mengendalikan nafsu dirinya, maka rakyat sebagai pemilik kekayaan negaralah yang hidup sengsara, dan saat seorang presiden yang memaksakan diri untuk menjadi presiden tanpa keahlian yang memadai untuk mengatur bangsa dan negaranya, maka inilah yang terjadi, kita dapat menyaksikan akibatnya saat ini.
Tidak perlu disebutkan satu persatu apa saja kekacauan yang terjadi saat ini, karena lembaran kertas tidak akan cukup mendeskripsikan betapa hancurnya nusantara tanah ibu pertiwi. Rintihan dan tangisan dimana-mana, unjuk rasa tak henti-hentinya, dan ketukan palu terus berisik menetapkan salah benar sesuatu tanpa ada perubahan berarti setelahnya.
Jadi, siapa yang bertanggung jawab atas semua ini? Apakah pemimpin berhak menyalahkan rakyat yang telah memilihnya dan menaruh kepercayaan yang begitu besar, jika memang tidak mampu menepati janji, tidak usah berjanji, atau pemimpinlah yang disalahkan akibat tidak dapat memegang amanah yang telah diberikan kepadanya? Semua kembali lagi kepada hal yang tadi, bahwasannya seseorang tidak boleh memaksakan diri untuk menjangkau kekuasaan yang lebih besar jika memang dirasa belum mampu untuk mengendalikan kekuasaan sebelumnya. Dari hal tersebut, kita sudah mengetahui siapa yang patut disalahkan saat ini, tetapi menyalahkan seseorang tidak ada gunanya jika ia tidak mau dan tidak mampu mengoreksi dirinya.
Inti yang ingin saya sampaikan adalah, sebelum memulai sesuatu yang besar mulailah dari yang kecil terlebih dahulu, maka sebelum bermaksud ambil bagian dalam tanggung jawab yang lebih besar, mulailah bertanggung jawab atas yang telah dititipkan sejak lahir, mulailah bertanggung jawab atas diri kita, karena saat kita telah mampu menjadi pemimpin bagi diri kita sendiri dan bertanggung jawab menjadikan diri kita lebih baik, saat itulah tanggung jawab yang lebih besar akan mulai mengampiri kita dengan sendirinya karena setiap hal ada takarannya agar bejalan lancar, tentram dan sejahtera.
Seseorang pernah bercerita tentang pengalaman hidupnya, saat beliau kecil beliau ingin menjadi presiden dan mengubah negaranya, dengan begitu, beliau mampu mengatur para mentri agar bertugas dengan baik, mampu mengatur kepala derah agar memimpin daerahnya dngan baik, dan mampu mengatur organisasi-organisasi kecil agar berjalan sesuai dengan tujuan dan yang terpenting mampu mengubah nasib keluarganya yang hidup susah. Namun setelah beliau tua, beliau masih belum bisa mewujudkan semua itu. Beliau kembali mengatur pola pikirnya, jika saja saat kecil beliau mulai mengubah dirinya sendiri, lalu menyejahterakan keluarganya, bergabung dalam organisasi, baru berlanjut menjadi kepala daerah, dan setelah menyejahterakan daerah baru mnyejahterakan negaranya, pasti hasilnya akan berbeda, tetapi waktu tidak bisa diulang, itu adalah nasihat bagi generasi penerus berikutnya. Jadi,  mulailah dari diri sendiri.

No comments:

Post a Comment