KPK
(Komisi Pemberantasan Korupsi) adalah suatu lembaga negara yang bertujuan untuk
memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia. Pembentukan Komisi
Pemberantasan Korupsi ini berdasarkan dengan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002
tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. KPK sendiri memiliki visi
yaitu “Menjadi lembaga penggerak pemberantasan korupsi yang berintegritas,
efektif, dan efisien!”. Dan untuk mencapai visi tersebut, KPK memiliki misi
sebagai berikut:
1. Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang
melakukan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
2. Melakukan supervisi terhadap
instansi yang berwenang melakukan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap
Tindak Pidana Korupsi
4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan Tindak Pidana Korupsi
5. Melakukan monitor terhadap
penyelenggaraan pemerintahan negara.
Berdasarkan
Bab II pasal 6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, KPK memiliki tugas sebagai
berikut:
a. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana
korupsi;
b. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana
korupsi;
c. Melakukan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;
d. Melakukan tindakan-tindakan
pencegahan tindak pidana korupsi; dan
e. Melakukan monitor terhadap
penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dalam
melaksanakan tugas yang telah disebutkan pada Pasal 6 huruf a, KPK juga
memiliki wewenang yang telah diatur dalam Bab II pasal 7 Undang-Undang Nomor 30
tahun 2002 yaitu:
a. mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
tindak pidana korupsi;
b. menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan
tindak pidana korupsi;
c. meminta informasi tentang
kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada
instansi yang terkait;
d. melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan
instansi yang berwenang
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan
e. meminta
laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
Sejumlah peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan KPK antara lain:
1.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana
Namun akhir-akhir ini, 45 orang anggota
DPR mengajukan Revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang terlihat jelas bahwa pengajuan revisi
tersebut dipandang merupakan salah satu upaya untuk melemahkan KPK. Dalam rangkaian
usulan revisi tersebut, berikut adalah 5 hal diantara 15 poin kontroversial dari
revisi UU tersebut yaitu:
1. Pembubaran KPK, 12 tahun setelah draf RUU resmi diundangkan
Pasal 5
Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk untuk masa waktu 12 tahun sejak
undang-undang ini diundangkan.
Sangat jelas dilihat dari
pasal revisi ini bahwa, ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk membubarkan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Yang berarti bahwa para koruptor di negeri
ini akan semakin leluasa.
2. KPK tak berwenang melakukan penuntutan
Pasal 7
huruf d
"Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus tindak pidana
korupsi yang diatur di dalam Undang-undang ini dan/atau penanganannya di
kepolisian dan/atau kejaksaan mengalami hambatan karena campur tangan dari
pemegang kekuasaan, baik eksekutif, yudikatif, atau legislatif.”
(Padahal, dalam Pasal 6 huruf c UU No. 30 tahun 2002, salah satu tugas
KPK adalah ”melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak
pidana korupsi.”)
Dapat terlihat bahwa revisi tersebut berusaha menghilangkan
salah satu tugas dari KPK, hal ini mengakibatkan KPK tidak akan bisa bergerak
untuk menuntut tersangka korupsi.
Pasal 13
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan tindak pidana korupsi yang:
b. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
c. Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi telah melakukan penyidikan dimana ditemukan kerugian negara dengan nilai dibawah 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), maka wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan kepada kepolisian dan kejaksaan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi
(Pada UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK, jumlah nominal kerugian sebagai kriteria untuk melimpahkan kasus ke Kejaksaan dan Kepolisian tidak disebut. Bahkan, Pasal 8 (2) menyebut "Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang juga mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.”)
Dalam pasal revisi ini, memungkinkan adanya permainan antara kejaksaan dan kepolisian yang lebih leluasa. Terutama apabila tertuduh merupakan salah satu anggota dari kejaksaan ataupun kepolisian tersebut. Dalam hal menyangkut kerugian Negara paling sedikit 50 miliar rupiah, hal ini merupakan salah satu hal yang tidak rasional mengingat angka 50 miliar rupiah bukanlah nominal yang sedikit.
Sumber :
1. http://www.rappler.com/indonesia/108452-15-kontroversi-revisi-uu-kpk
2. http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/151007_indonesia_ruu_kpk_limahal
3. https://kpk.go.id/gratifikasi/images/pdf/UU_30.pdf
4. Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Nama : Abriyanto Putra S.N.
Jurusan/NPM : Geologi 1506729550
No comments:
Post a Comment